Monday, June 2, 2014

Story

Hanya Berencana
                Sejak kecil  Andin tinggal bersama kakek dan neneknya, sedangkan orangtua dan saudaranya yang lain tinggal di daerah yang berbeda. Saat  kelas 6 SD ayah Andin datang menjenguknya, dan menawarkan kepadanya jika ia ingin tinggal bersama dengan mereka lagi. Andin yang sejak kecil selalu diejek oleh saudara sepupunya, mereka selalu berkata kepadanya “kapan kau akan pulang ke rumah orangtuamu? Jangan-jangan orangtuamu sudah tidak peduli padamu dan membuangmu disini” dengan senang hati menerima ajakan ayahnya.Dalam benaknya Andin berfikir ‘aku bukanlah anak yang dibuang buktinya ayah mengajakku pulang, dan jika aku kangen pada kakek dan nenek pasti ayah dan ibu akan mengajakku menemui mereka kapanpun aku mau’. Akhirnya setelah lulus SD Andin pun meninggalkan kakek dan neneknya untuk berkumpul bersama keluarganya lagi.
                Setelah sekitar satu tahun tinggal di daerah yang baru bersam keluarganya Andin pun mulai merasa rindu kepada kakek dan neneknya, ia pun bertanya kepada ibunya
“bu, kapan aku bisa berkunjung ke rumah kakek dan neneknya ? sepertinya sudah lama aku tidak bertemu mereka, aku rindu pada mereka”
 “ biaya yang dibutuhakan untuk kesana tidak sedikit, jika kau ingin bertemu mereka kau harus rajin belajar dan melanjutkn sekolahmu disana lagi, bagaiman?”
“ tapi itu masih cukup lama, ibu ajaklah aku jika ibu berkunjung ke rumah kakek dan nenek”
“ Andin jika kau ikut maka saudaramu yang lain juga pasti ingin ikut, sabar ya…”
Tidak lama setelah kejadin itu datang berita bahwa kakeknya sakit keras dan dirawat di rumah sakit, keinginan Andin untuk bertemu kakek dan neneknya pun semakin besar tetapi jawaban ibunya selalu sama , dan satu cara agar ia dapat mengunjungi mereka adalah dengan belajar yang baik. Andin pun belajar dengan keras, dan hasilnya ia selalu menjadi juara 1 di kelas.
                Saat Andin menginjak kelas 2 SMP, kakeknya meninggal tidak lama setelah sembuh dari penyakitnya. Berita ini sangat mengguncang Andin ia kaget,terpukul,dan menyesal ‘mengapa disaat-saat terakhir sang kakek ia tidak bersamanya,mengapa sang kakek harus pergi begitu cepat,mengapa sang kakek tidak menunggu dan berpamitan dulu kepadanya sebelum pergi’. Andin pun tidak berhenti menangis selama satu hari penuh. Ayah dan ibunya hanya mencoba menenangkannya dan tidak dapat melakukan apa-apa.
                Saat memasuki SMA Andin memasuki sekolah yang memiliki program percepatan, Andin pun mengikuti tes untuk masuk ke program percepatan tersebut tanpa meminta pendapat orangtuanya terlebih dahulu ia beranggapan bahwa mereka pasti setuju karena ini merupakan salah satu program unggulan di sekoalh itu. Ia berharap dengan mengikuti program percepatan tersebut dapat mempercepat waktunya untuk segera bertemu dengan nenek yang sangat ia rindukan. Saat pengumuman tes keluar ternyata ia lulus, Andin sangat senang dan berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia akan belajar keras dan menjadi yang terbaik di kelas.
                Seiring dengan berjalannya waktu semangat Andin pun mulai memudar ,persaingan di SMA terlalu ketat dan tidak sama dengan yang dialaminya saat di SMP, ia juga mulai lupa apa tujuan awal ia mengikuti program percepatan. Masa SMA merupakan masa untuk bersenang-senang itulah tanggapan kebanyakan teman sekolah Andin dan ia pun mulai terpengaruh dengan lingkungan bergaulnya. Saat pulang sekolah ia tidak langsung pulang ke rumah, ia akan bermain bersama temannya dan pulang saat hari telah gelap. Saat dinasihati oleh orangtuanya Andin selalu berpikir ‘ namanya juga anak SMA yang penting aku selalu masuk sepuluh besar’. Andin memang salah satu murid di kelas yang selalu masuk sepuluh besar. Tetapi karena kebiasaan bermain dan pergaulannya yang tidak berubah maka nilainya makin menurun dan akhirnya ia tidak masuk sepuluh besar lagi. Kedua orangtuanya sangat marah dan Andin pun tidak diperbolehkan pulang malam lagi kecuali jika ia mengikuti les. Setelah mengikuti les ia pun masuk ke sepuluh besar lagi dan nilainya membaik.
                Tahun terakhir di SMA merupakan tahun yang sangat penuh ketegangan, Andin harus memilih jurusan dan universitas apa yang akan ia masuki kelak jika telah lulus dan disaat yang sama harus menyiapkan diri menghadapi ujian akhir sekolah. Ia pun dilanda dileam apakah ia akan mengikuti keinginan orangtuanya atau keinginanaya sendiri, keputusan akhir ia pun mengikuti pilihan orangtuanya dan berharap dengan mengikuti keinginan mereka peluangnya untuk masuk lebih besar dan ia akan lebih cepat bertemu dengan sang nenek.
                Ujian akhir sekolah dilalui Andin dengan penuh percaya diri dan saat pengumuman keluar ia pun dinyatakan lulus dengan niali yang memuaskan. Tetapi Andin belum bisa tenang karena pengumuman tentang universitas mana yang akan ia masuki belum keluar. Saat pengumuman keluar ternyata apa yang diharapkannya tidak sesuai dan ia dinyataka tidak lolos, Andin sangat kecewa terhadap dirinya dan bertanya-tanya mengapa ia tidak lolos sedang temannya yang lain lolos. Setelah bertanya kesana-kemari kira-kira apa yang menyebabkan ia tidak lolos akhirnya ia menarik kesimpulan bahwa yang menyebabkan ia tidak lolos adalah karena nilainya yang tidak konstan tetapi naik turun. Andin juga terpukul karena pada saat yang sama datng berita bahwa sang nenek juga sedang sakit keras dan para paman dan bibinya mengatakan bahwa waktunya sudah hamper tiba.
                 Malam harinya Andin merasa sangat gelisah dan tidak bisa tidur perasaanya tidak tenang, ia punya firasat bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi tetapi di pikiranya ia berkata ‘ sesuatu yang buruk memang sudah terjadi buktinya akau tidak lolos dan waktuku untuk bertemu dengan nenek akan sedikit lebih lama lagi’. Keesokan harinya Andin bangun seperti biasa tetapi perasaanya masih tetap tidak tenang, lalu saat sedang membantu ibunya memasak di dapur ada telpon yang masuk ditujukan untuk ibunya saat ia kembali ke dapur raut wajah ibunya berubah Andin pun bertanya
“ ibu siapa tadi yang telpon?”
“tadi pamanmu yang telpon, ia mengatakan bahwa nenekmu telah meninggal?”
Airmata langsung jatuh dari pipi Andin,
“nenek sudah meninggal …..? ibu kenapa nenek pergi sekarang, kenapa tidak tunggu aku datang, kanapa sekarang,nenek…..,”
Andin tidak dapat berhenti menangis dan terus mengulangi kata-katanya
“ kenapa tidak tunggu aku datang baru pergi, nenek…..”
Ayahnya coba menenangkan dengan berkata
“ yang sabar , ini sudah takdir mungkin ini memang yang terbaik buat nenekmu dia juga udah tua, cup cup yang sabar”
Tetapi Andin tetap tidak berhenti mengis dan mengulang kata-katanya lagi hingga ia tertidur.
                Dalam tidurnya Andin berfikir,seandainya sejak awal  ia belajar dengan baik,nilai terus naik dan konstan mungkin dia sudah akan bersama neneknya mendampinginya, seandainya sejak awal dia serius untuk belajar dan tidak mengikuti teman-temannya di SMA ia akan lulus di universitas yang ia inginkan dan sudah berkumpul dengan nenek yang sangat ia rindukan,lalu untuk apa program percepatan yang ia ikuti jika pada akhirnya ia tetap tidak dapat bertemu dengan neneknya, seandainya sejak awal ia tidak meninggalkan kakek dan neneknya.

                Pada akhirnya Andin pun sadar semuanya sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, manusia hanya bisa berencana dan seharusnya berusaha dengan baik untuk mewujudkan rencana itu, ia pun sadar yang terjadi adalh karena perbuatnya yang tidak sungguh-sungguh dengan belajarnya. Pada akhirnya semua yang terjadi kembali kepada diri sendiri yang pantas memperolehnya. Manusia hanya bisa berencana dan yang membuat rencana itu terjadi atau tidak hanyalah Allah SWT.

No comments:

Post a Comment