Hanya
Berencana
Sejak kecil Andin tinggal bersama kakek dan neneknya,
sedangkan orangtua dan saudaranya yang lain tinggal di daerah yang berbeda.
Saat kelas 6 SD ayah Andin datang
menjenguknya, dan menawarkan kepadanya jika ia ingin tinggal bersama dengan
mereka lagi. Andin yang sejak kecil selalu diejek oleh saudara sepupunya,
mereka selalu berkata kepadanya “kapan kau akan pulang ke rumah orangtuamu?
Jangan-jangan orangtuamu sudah tidak peduli padamu dan membuangmu disini”
dengan senang hati menerima ajakan ayahnya.Dalam benaknya Andin berfikir ‘aku
bukanlah anak yang dibuang buktinya ayah mengajakku pulang, dan jika aku kangen
pada kakek dan nenek pasti ayah dan ibu akan mengajakku menemui mereka kapanpun
aku mau’. Akhirnya setelah lulus SD Andin pun meninggalkan kakek dan neneknya
untuk berkumpul bersama keluarganya lagi.
Setelah sekitar satu tahun
tinggal di daerah yang baru bersam keluarganya Andin pun mulai merasa rindu
kepada kakek dan neneknya, ia pun bertanya kepada ibunya
“bu, kapan aku
bisa berkunjung ke rumah kakek dan neneknya ? sepertinya sudah lama aku tidak
bertemu mereka, aku rindu pada mereka”
“ biaya yang dibutuhakan untuk kesana tidak
sedikit, jika kau ingin bertemu mereka kau harus rajin belajar dan melanjutkn
sekolahmu disana lagi, bagaiman?”
“ tapi itu masih
cukup lama, ibu ajaklah aku jika ibu berkunjung ke rumah kakek dan nenek”
“ Andin jika
kau ikut maka saudaramu yang lain juga pasti ingin ikut, sabar ya…”
Tidak lama
setelah kejadin itu datang berita bahwa kakeknya sakit keras dan dirawat di
rumah sakit, keinginan Andin untuk bertemu kakek dan neneknya pun semakin besar
tetapi jawaban ibunya selalu sama , dan satu cara agar ia dapat mengunjungi
mereka adalah dengan belajar yang baik. Andin pun belajar dengan keras, dan
hasilnya ia selalu menjadi juara 1 di kelas.
Saat Andin menginjak kelas 2
SMP, kakeknya meninggal tidak lama setelah sembuh dari penyakitnya. Berita ini
sangat mengguncang Andin ia kaget,terpukul,dan menyesal ‘mengapa disaat-saat
terakhir sang kakek ia tidak bersamanya,mengapa sang kakek harus pergi begitu
cepat,mengapa sang kakek tidak menunggu dan berpamitan dulu kepadanya sebelum
pergi’. Andin pun tidak berhenti menangis selama satu hari penuh. Ayah dan
ibunya hanya mencoba menenangkannya dan tidak dapat melakukan apa-apa.
Saat memasuki SMA Andin memasuki
sekolah yang memiliki program percepatan, Andin pun mengikuti tes untuk masuk
ke program percepatan tersebut tanpa meminta pendapat orangtuanya terlebih
dahulu ia beranggapan bahwa mereka pasti setuju karena ini merupakan salah satu
program unggulan di sekoalh itu. Ia berharap dengan mengikuti program
percepatan tersebut dapat mempercepat waktunya untuk segera bertemu dengan
nenek yang sangat ia rindukan. Saat pengumuman tes keluar ternyata ia lulus,
Andin sangat senang dan berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia akan belajar
keras dan menjadi yang terbaik di kelas.
Seiring dengan berjalannya waktu
semangat Andin pun mulai memudar ,persaingan di SMA terlalu ketat dan tidak
sama dengan yang dialaminya saat di SMP, ia juga mulai lupa apa tujuan awal ia
mengikuti program percepatan. Masa SMA merupakan masa untuk bersenang-senang
itulah tanggapan kebanyakan teman sekolah Andin dan ia pun mulai terpengaruh
dengan lingkungan bergaulnya. Saat pulang sekolah ia tidak langsung pulang ke
rumah, ia akan bermain bersama temannya dan pulang saat hari telah gelap. Saat
dinasihati oleh orangtuanya Andin selalu berpikir ‘ namanya juga anak SMA yang
penting aku selalu masuk sepuluh besar’. Andin memang salah satu murid di kelas
yang selalu masuk sepuluh besar. Tetapi karena kebiasaan bermain dan
pergaulannya yang tidak berubah maka nilainya makin menurun dan akhirnya ia
tidak masuk sepuluh besar lagi. Kedua orangtuanya sangat marah dan Andin pun
tidak diperbolehkan pulang malam lagi kecuali jika ia mengikuti les. Setelah
mengikuti les ia pun masuk ke sepuluh besar lagi dan nilainya membaik.
Tahun terakhir di SMA merupakan
tahun yang sangat penuh ketegangan, Andin harus memilih jurusan dan universitas
apa yang akan ia masuki kelak jika telah lulus dan disaat yang sama harus
menyiapkan diri menghadapi ujian akhir sekolah. Ia pun dilanda dileam apakah ia
akan mengikuti keinginan orangtuanya atau keinginanaya sendiri, keputusan akhir
ia pun mengikuti pilihan orangtuanya dan berharap dengan mengikuti keinginan
mereka peluangnya untuk masuk lebih besar dan ia akan lebih cepat bertemu
dengan sang nenek.
Ujian akhir sekolah dilalui
Andin dengan penuh percaya diri dan saat pengumuman keluar ia pun dinyatakan
lulus dengan niali yang memuaskan. Tetapi Andin belum bisa tenang karena
pengumuman tentang universitas mana yang akan ia masuki belum keluar. Saat pengumuman
keluar ternyata apa yang diharapkannya tidak sesuai dan ia dinyataka tidak
lolos, Andin sangat kecewa terhadap dirinya dan bertanya-tanya mengapa ia tidak
lolos sedang temannya yang lain lolos. Setelah bertanya kesana-kemari kira-kira
apa yang menyebabkan ia tidak lolos akhirnya ia menarik kesimpulan bahwa yang
menyebabkan ia tidak lolos adalah karena nilainya yang tidak konstan tetapi
naik turun. Andin juga terpukul karena pada saat yang sama datng berita bahwa
sang nenek juga sedang sakit keras dan para paman dan bibinya mengatakan bahwa
waktunya sudah hamper tiba.
Malam harinya Andin merasa sangat gelisah dan
tidak bisa tidur perasaanya tidak tenang, ia punya firasat bahwa sesuatu yang
buruk akan terjadi tetapi di pikiranya ia berkata ‘ sesuatu yang buruk memang
sudah terjadi buktinya akau tidak lolos dan waktuku untuk bertemu dengan nenek
akan sedikit lebih lama lagi’. Keesokan harinya Andin bangun seperti biasa
tetapi perasaanya masih tetap tidak tenang, lalu saat sedang membantu ibunya
memasak di dapur ada telpon yang masuk ditujukan untuk ibunya saat ia kembali
ke dapur raut wajah ibunya berubah Andin pun bertanya
“ ibu siapa
tadi yang telpon?”
“tadi pamanmu
yang telpon, ia mengatakan bahwa nenekmu telah meninggal?”
Airmata
langsung jatuh dari pipi Andin,
“nenek sudah
meninggal …..? ibu kenapa nenek pergi sekarang, kenapa tidak tunggu aku datang,
kanapa sekarang,nenek…..,”
Andin tidak
dapat berhenti menangis dan terus mengulangi kata-katanya
“ kenapa tidak
tunggu aku datang baru pergi, nenek…..”
Ayahnya coba
menenangkan dengan berkata
“ yang sabar ,
ini sudah takdir mungkin ini memang yang terbaik buat nenekmu dia juga udah
tua, cup cup yang sabar”
Tetapi Andin
tetap tidak berhenti mengis dan mengulang kata-katanya lagi hingga ia tertidur.
Dalam tidurnya Andin berfikir,seandainya
sejak awal ia belajar dengan baik,nilai
terus naik dan konstan mungkin dia sudah akan bersama neneknya mendampinginya,
seandainya sejak awal dia serius untuk belajar dan tidak mengikuti
teman-temannya di SMA ia akan lulus di universitas yang ia inginkan dan sudah
berkumpul dengan nenek yang sangat ia rindukan,lalu untuk apa program
percepatan yang ia ikuti jika pada akhirnya ia tetap tidak dapat bertemu dengan
neneknya, seandainya sejak awal ia tidak meninggalkan kakek dan neneknya.
Pada akhirnya Andin pun sadar
semuanya sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, manusia hanya bisa berencana dan
seharusnya berusaha dengan baik untuk mewujudkan rencana itu, ia pun sadar yang
terjadi adalh karena perbuatnya yang tidak sungguh-sungguh dengan belajarnya.
Pada akhirnya semua yang terjadi kembali kepada diri sendiri yang pantas
memperolehnya. Manusia hanya bisa berencana dan yang membuat rencana itu
terjadi atau tidak hanyalah Allah SWT.
No comments:
Post a Comment